Wednesday, January 21, 2009

SEX IS NOT THE PROBLEM, LUST IS !

1. Sex is not the problem, lust is! Sebuah kalimat ringkas yang mewakili peperangan di dalam diri setiap orang. Peperangan memperebutkan kendali atas tubuh. Siapa yang memenangkan peperangan ini : hawa nafsu atau kesadaran diri?

2. Peperangan di Dalam Diri Kita
1 Korintus 6:12-20

3. Usianya baru 16 tahun ketika orang tuanya mengirimnya untuk melanjutkan studi di sebuah kota metropolitan. Orang tua yang telah mendidiknya dalam kesalehan dan iman Kristen mempunyai harapan yang besar atas hidupnya. Tapi, kota metropolitan yang bukan saja menyediakan pendidikan lanjut baginya, tetapi juga tawaran kehidupan bebas. Apa yang terjadi kemudian sangat mudah untuk ditebak. Pemuda itu larut dalam pesta pora, mabuk, dan seks bebas. Sebuah kisah klasik tentang kejatuhan ke dalam dosa. Begitu buruk perilakunya, sampai suatu saat kekasihnya menyampaikan kabar yang menggetarkan hatinya : aku hamil! Di usia yang baru terbilang remaja, pemuda itu sudah mempunyai seorang anak laki-laki. Anak yang lahir di luar pernikahan. Bukan anak haram, karena anak itu tidak mempunyai kesalahan apapun. Mungkin lebih tepat kata haram itu dikenakan pada ayah dan ibu dari si anak ini. Kelahiran anak itu tidak mengubah perilakunya. Pemuda itu menggunakan masa muda dan tubuhnya untuk memuaskan dirinya sendiri.

4. Kisah pemuda itu merefleksikan sebuah kisah peperangan klasik. Bukan peperangan antar bangsa yang memakan banyak korban, tetapi peperangan di dalam diri setiap manusia. Peperangan yang berlangsung diam-diam di dalam hidup kita. Peperangan yang tidak pernah kita ceritakan kepada orang lain, walaupun sangat menggelisahkan hati kita. Peperangan yang harus kita hadapi tiap hari, tiap jam dan bahkan tiap detik.

5. Peperangan memperebutkan tubuh kita. Siapa yang memenangkan peperangan ini? Hawa nafsu yang terus bergelora atau kesadaran diri bahwa tubuh ini milik Tuhan? Bukan sebuah peperangan yang mudah dimenangkan oleh kesadaran diri, karena dunia di sekitar kita memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada hawa nafsu. Tinggal pencet-pencet hape, kita bisa menemukan konten yang memberi makan pada liarnya hawa nafsu. Tinggal kirim sms, maka kita bisa mendapatkan tubuh yang kita inginkan. Tentu saja ada harganya. Tinggal klik kiri dan kanan, maka dunia maya itu melambangkan kita pada fantasi hawa nafsu yang tak kunjung selesai.

6. Peperangan memperebutkan tubuh. Antara hawa nafsu dan kesadaran diri bahwa tubuh ini milik Tuhan. Siapa pemenang peperangan di dalam diri kita? Kita sendiri yang mengetahui jawabannya. Kita sendiri yang tahu untuk apa dan kepada siapa tubuh ini kita serahkan. Tentu bukan atas nama hawa nafsu, seringkali atas nama cinta. Kadang kala juga atas nama pencarian kepuasan hidup. Menikah atau belum menikah, bukan itu urusannya. Kepuasan hidup adalah penentu segalanya. Kadangpula atas nama coba-coba, sambil membohongi diri sendiri dengan berkata," Toh, semua orang melakukan hal ini."

7. Kadangkala kita menghibur diri dengan berkata," Ah ... saya masih lebih baik dari orang lain. Orang lain tidur dengan isteri/suami orang, anak-anak remaja dan pemuda tidur dan melabeli itu dengan kata cinta. Saya cuma memikirnya saja. Saya hanya kalah di dunia pikiran saja, belum sampai mewujud dalam perbuatan. Dengar apa yang Yesus katakan," Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." Kekalahan di wilayah pikiran adalah awal dari kekalahan di dunia nyata.

8. Di dalam kondisi seperti ini akankah kesadaran diri bahwa tubuh ini milik Tuhan akan menang? Mustahil rasanya. Jauh lebih mudah membiarkan hawa nafsu menang daripada kesadaran diri. Kekalahan demi kekalahan menjadi bagian hidup kita, sampai suatu titik di mana kita berpikir bahwa kemerdekaan adalah kemustahilan. Tubuh telah menjadi budak dari hawa nafsu seumur kita hidup. Kita menangis dan menyesal, tapi selalu kalah dalam peperangan ini. Mungkinkah hidup dengan kesadaran bahwa tubuh ini adalah milik Tuhan?

9. "Ambil dan bacalah; ambil dan bacalah." Demikianlah sebuah suara yang didengar oleh pemuda itu pada suatu hari. Di hadapannya terserak tulisan rasul Paulus yang menjadi bagian dari studi pribadinya. Matanya terpaku pada dua ayat : Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Roma 13.13-14).

10. Kalimat terakhir itu menusuk tajam pada kesadarannya : "Janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" Firman Tuhan memang adalah pedang yang sanggup menusuk masuk di tengah kekerasan hati manusia. Kesadaran diri terbit seperti matahari pagi. Pelan namun pasti, air mata mengalir dan penyesalan muncul, tetapi dengan kesadaran yang baru. Kesadaran diri menang mengalahkan deru hawa nafsu. Kesadaran diri dibangunkan dan diperkuat oleh firman Tuhan.

11. Aurelius Agustinus nama lengkap pemuda itu. Sejak pertobatannya, ia menyerahkan dirinya menjadi pelayan Tuhan. Tuhan memakai kecerdasan dan pendidikannya untuk menjadi saluran berkat-Nya. Ia adalah salah seorang bapa gereja terbesar dalam sejarah kekristenan. Ia menjadi terbesar karena ia telah memenangkan peperangan di dalam dirinya sendiri. Kesadaran diri yang dibangkitkan oleh kuasa firman Tuhan mengalahkan hawa nafsu yang menggelora. Inilah kunci kemenangannya : membiarkan firman Tuhan menguasai hati dan pikirannya.

12. Hari ini kita mendengarkan firman Tuhan : Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! Firman dari Allah yang sama yang telah menyapa Agustinus. Tapi, jika kita mendengar firman Tuhan, adakah pertobatan di hari ini? Tidak peduli seberapa dalam kita telah membiarkan hawa nafsu menguasai tubuh kita. Tidak peduli seberapa sering tubuh ini menjadi tempat di mana hawa nafsu berkuasa.
Selalu ada kesempatan untuk kembali pada Tuhan. Kembali menyadari bahwa tubuh ini milik Tuhan. Benar, tubuh ini milik Tuhan karena Yesus telah membayarnya di atas kayu salib. Di atas kayu salib :

Mahkota duri di kepala-Nya, menebus pikiran kita.
Tombak menusuk lambung-Nya, menyucikan perbuatan kita.
Tangan yang berlubang paku, menebus perbuatan kita.
Darah tercurah dari kaki-Nya, menebus setiap langkah kita

13. Biarlah kesadaran diri dibangkitkan oleh kuasa firman Tuhan menang pada hari ini. "Karena itu muliakan Tuhan dengan tubuhmu!"

by Wahyu Pramudya